Indonesia Masih Kekurangan Guru

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy mengatakan bahwa secara nasional Indonesia kekurangan guru. Sehingga, untuk mengatasi hal ini, termasuk untuk mengganti guru yang pensiun itu, memerlukan solusi jangka panjang.

Muhadjir Effendy pada Rapat Kerja Gabungan dengan DPR RI yang digelar awal Juni 2018, melaporkan, akan ada lebih dari 200.000 tenaga guru yang memasuki masa pensiun di tahun 2017 hingga 2021. Rinciannya, guru yang pensiun mulai 2017 sebesar 38.809 guru, kemudian tahun 2018 sebanyak 51.000 guru, tahun 2019 ada 52.000 guru, tahun 2020 mencapai 72.000 guru, dan tahun 2021 sekitar 69.000 guru.

Jumlah guru nasional saat ini sebanyak 3.170.296 juta guru. Untuk guru bukan PNS di sekolah negeri sebanyak 735.825 ribu, sedangkan jumlah guru bukan PNS di sekolah swasta sebanyak 788.288.

Untuk mengatasi kekurangan guru itu, Muhadjir mengatakan pihaknya akan melakukan berbagai upaya untuk mengatasi permasalahan kekurangan guru di Indonesia. Salah satunya, kata Muhadjir, melakukan optimalisasi guru yang berlebih.  Optimalisasi guru yang berlebih dengan cara mutasi dari sekolah satu ke sekolah yang lain yang mengalami kelebihan.

Muhadjir menambahkan, tentunya optimalisasi itu membutuhkan kerja sama dan koordinasi yang baik dengan pemerintah daerah. Sebab, berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda), guru menjadi kewenangan masing-masing provinsi, kabupaten/ kota.  Sehingga kewenangan untuk melakukan mutasi guru itu mutlak di tangan para pemerintah daerah

Sementara itu, Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah, Kementerian Dalam Negeri Syarifuddin mengingatkan, jika ratusan ribu tenaga honorer K2 diangkat menjadi CPNS, keuangan daerah akan terbebani Rp8,4 triliun pada tahun ini. Sementara total nilai APBD seluruh provinsi, kabupaten dan kota pada 2018 mencapai Rp1.100 triliun. Sebagian besar anggaran itu telah terserap untuk belanja pegawai.

“Nilai total APBD Provinsi Rp400 triliun dan Kabupaten/Kota Rp700 triliun. Dari jumlah itu, 40 persennya untuk belanja pegawai. Kami menghitung beban keuangan daerah karena setiap tahun pasti mengantisipasi, jangan sampai misalnya ada pengangkatan K2 sebagai PNS, tapi tak ada anggaran,”kata Sayrifuddin.

Pengangkatan Honorer Lihat Keuangan Negara

Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo mengatakan, pengangkatan tenaga honorer K2 perlu memperhatikan tiga hal utama. Tiga hal tersebut adalah dasar hukum, validasi, dan kemampuan keuangan negara. Ia menegaskan, jika tiga hal tersebut dipenuhi, maka keputusan pengangkatan tenaga honorer K2 bakal didukung.

Mardiasmo menambahkan, aturan itu membagi ASN menjadi hanya dua jenis yaitu Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pekerja Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Tenaga honorer K2 nantinya akan diangkat dengan mengikuti tes CPNS.

Keikutsertaan tersebut dengan melihat kelengkapan persyaratan. Pasalnya dalam aturan terdapat batas umur menjadi PNS yaitu 35 tahun. Nantinya tenaga honorer K2 yang lulus tes akan diangkat menjadi PNS.

“Kalau tidak lulus, maka tenaga honorer akan masuk menjadi PPPK,” imbuh Mardiasmo

Selain itu Mardiasmo pun mengungkapkan pentingnya validitas. Validitas tersebut akan memperlihatkan data pasti jumlah tenaga honorer. Ia menekankan, validitas ini akan diserahkan kepada lembaga yang independen jangan sampai ada yang sudah meninggal atau sudah pindah tempat.

Masih terkait hal yang sama, Mardiasmo menjelaskan bahwa pengangkatan tenaga honorer K2 juga perlu memperhatikan kemampuan keuangan. Pasalnya, 87 persen honorer berada di daerah dan akan memberatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Masalah keuangan pun akan menentukan waktu pengangkatan tenaga honorer tersebut. Sehingga, tenaga honorer nantinya bisa diangkat sekaligus atau pun secara bertahap,” imbuh Mardiasmo.

Sementara itu, Deputi Bidang Sumber Daya Manusia Aparatur Kemenpan-RB Setiawan Wangsaatmaja mengatakan bahwa pengangkatan tenaga honorer K2 menjadi PNS harus melalui mekanisme tes CPNS. Hal itu dimaksudkan agar dapat menyaring tenaga-tenaga handal dan yang ada di bidang tersebut

Dikatakannya, perintah tersebut tertera dalam Peraturan Pemerintah Nomor 56 tahun 2012. Dalam aturan itu ditekankan agar tenaga honorer yang ada harus diseleksi melalui berbagai macam rangkaian tes. Ada banyak Tenaga Honorer K2 yang tidak lulus seleksi, yakni sekitar 438.590 tenaga honorer yang tidak lolos seleksi CPNS pada tahun 2013 lalu

Ia menambahkan, tenaga honorer K2 akan divalidasi untuk seleksi pengangkatan menjadi CPNS. Validasi tersebut akan memangkas jumlah tenaga honorer K2 yang berhak diangkat menjadi PNS. Pemangkasan tersebut dengan melihat usia dan latar pendidikan tenaga honorer K2 tersebut.

“Adanya Undang Undang (UU) mengenai Aparatur Sipil Negara (ASN) akan ada banyak yang tereliminasi. Karena pada aturan itu usia PNS yang diangkat maksimal 35 tahun. Batasan tersebut dinilai dapat membuat banyak tenaga honorer K2 yang gugur,” jelas Setiawan

Selain itu, Setiawan mengungkapkan ada aturan pendidikan minimal bagi tenaga pengajar dan tenaga kesehatan. Hal itu juga akan membuat jumlah tenaga honorer yang diangkat semakin berkurang. Ia mencontohkan pengangkatan guru honorer K2, dari 157.000 orang, setelah divalidasi menggunakan aturan yang ada tinggal sekitar 86.000 yang memenuhi syarat.

“Proses validasi juga membuat data tenaga honerer K2 tidak menjadi berkembang. Karena tenaga honorer K2 yang ada saat ini merupakan tenaga honorer yang tidak lulus seleksi Calon PNS pada tahun 2013. Kami harus mengupdate data yang tidak lulus test tahun 2013, data tidak akan berkembang karena kami memiliki data by name by address,” terang Setiawan.

 

Sumber: http://www.dpr.go.id

Admin Padamu

Mengingat pentingnya pendidikan bagi semua orang, maka Admin Blog Padamu Negeri ingin berbagi pengetahuan dan informasi seputar pendidikan walaupun dengan keterbatasan yang ada.

Related Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *