Analisis Kritik Sosial dalam Puisi “Surat Kopi”

secangkir kopi

Analisis kritik sosial yang disampaikan melalui diksi dalam buku kumpulan puisi Surat Kopi karya Joko Pinurbo ini dilakukan dengan menggunakan kajian hermeneutik dan stilistik. Kajian hermeneutik digunakan untuk menafsir makna kritik sosial yang disampaikan penyair, sedangkan kajian stilistik dipilih untuk mengkaji keunikan atau kekhasan pemakaian bahasa dalam karya sastra tersebut dengan melihat style yang dapat mendatangkan efek-efek tertentu.

Kritik Sosial dalam Puisi “Surat Kopi” Joko Pinurbo

Gaya penulisan Joko Pinurbo dapat dikatakan seperti gaya bahasa pada cerpen-cerpen konvensional pada umumnya yang sangat jarang menggunakan bahasa kias seperti majas. Puisi-puisi Joko Pinurbo ditulis mengalir begitu saja.

Hal yang ditawarkan Joko Pinurbo dalam puisi adalah kedalaman maknanya. Puisi-puisinya seolah mengajak pembaca untuk sejenak memikirkan ulang tentang hal-hal yang remeh temeh dan sering diabaikan oleh orang tetapi sesungguhnya amat dibutuhkan dalam kehidupan.

Misalnya ketika menulis tentang kopi seperti dalam nukilan puisi Surat Kopi berikut.

Lima menit menjelang minum kopi,

aku ingat pesanmu: “Kurang atau lebih,

setiap rezeki perlu dirayakan dengan secangkir kopi.”

Mungkin karena itu empat cangkir kopi sehari bisa menjauhkan kepala dari bunuh diri.

Kritik sosial yang terdapat dalam nukilan puisi di atas adalah perlunya “merayakan” dan “berbagi”. Merayakan berarti berbagi. Setiap rezeki perlu dirayakan dengan cara apa pun walau sesimpel minum kopi, karena dengan itu bisa mengurangi stress yang menyebabkan orang bunuh diri.

Tidak ada permainan majas dalam nukilan puisi tersebut. Hal ini karena adanya penggunaan diksi denotasi dan konkret yang mendominasi diksi dalam puisi tersebut. Puisi tampak terang dan tidak ada keambiguaan.

Hal yang ingin ditawarkan Joko Pinurbo dalam nukilan puisi ini memang tentang kedalaman makna, khususnya dalam konteks pembagian rezeki.

Pembaca seolah diajak untuk merayakan berapa pun rezeki yang diterima hendaknya tetap dirayakan atau disyukuri. Menarik bahwa dalam mengajak perayaan setelah mendapatkan rezeki tersebut adalah dengan hal yang sangat sederhana: secangkir kopi jujur.

Diksi kopi dalam puisi ini memegang peran penting karena membagi rezeki, sesuatu hal yang banyak dicari oleh kebanyakan orang, menjadi hal sekunder setelah kopi, seperti yang terdapat dalam nukilan puisi tersebut. Bahwa kurang atau lebih, setiap rezeki perlu dirayakan meski hanya dengan secangkir kopi.

Puisi tersebut seperti menyindir kebiasaan buruk manusia yang lebih sering menghitung-hitung jumlah rezeki yang diterima ketimbang bersyukur atau merayakan berapa pun yang diperolehnya. Kopi dalam puisi ini seperti ditujukan sebagai tujuan akhir dalam pencarian seseorang terhadap hal-hal yang diinginkannya, rezeki misalnya.

Nominal menjadi tidak penting dalam puisi ini dan karena itulah penyair seperti mengajak pembaca untuk menemukan “kopinya” masing-masing.

 

Analisis Kritik Sosial dalam Puisi “Surat Kopi”

Admin Padamu

Mengingat pentingnya pendidikan bagi semua orang, maka Admin Blog Padamu Negeri ingin berbagi pengetahuan dan informasi seputar pendidikan walaupun dengan keterbatasan yang ada.

Related Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *